LEETEUK
Terima kasih karena telah memberikan Super Junior sebuah penghargaan di masa akhir 20an kami.
Kami telah melewati banyak hal.
Member
kami yang berada di sini, member yang tidak bisa ke sini tapi ia
menonton acara ini di tv, dan member yang pergi jauh dari kami.
Aku ingin menyampaikan terima kasih dan cintaku untuk kalian semua.
Ketika
tidak ada orang yang mengenali kami, ketika tidak ada orang yang tahu
kamu, satu - satunya yang tetap mendukung kami untuk menjadi yang
terbaik, fansclub terbaik di dunia.
Kalian semua dengan mengatasnamakan fans memungkinkan kami untuk merasakan ini semua, sangat berterima kasih untuk ELF kami.
Kami
dulunya itik buruk rupa, sampai tiba saatnya itik buruk rupa itu
berubah menjadi angsa, orang - orang yang tidak pernah melepaskan
tangannya dari kami.
Keluarga SMTown kami Lee Sooman, Kim Yongmin, Nam XX and Kim Yongjin yang menulis Sorry Sorry, terima kasih.
Terima kasih untuk mentor Suju (menyebutkan nama manajer).
Mungkin penghargaan ini adalah penghargaan terakhir sebelum (aku) pergi wamil.
Jadi terima kasih karena memberikan kami kenangan yang tak terlupakan.
Kami akan menjadi Super Junior yang lebih baik untuk kedepannya.
Terima kasih!!
Sabtu, 03 Desember 2011
OBSERVASI PENUMPANG KRL
LAPORAN OBSERVASI
Latar Belakang
Aman,
nyaman dan harga terjangkau adalah hal mutlak yang harus dipenuhi oleh penyedia
jasa transportasi. Jasa transportasi yang dimaksudkan seperti bus, kereta
rangkaian listrik (KRL), pesawat terbang dan kapal laut.
Kereta
adalah sarana transportasi yang dianggap dapat menjamah semua kalangan, apakah
itu kalangan menengah keatas ataupun menengah kebawah. Namun keamanan,
kenyamanan tak lagi menjadi prioritas pengguna jasa tranportasi ini khususnya
diwilayah jabodetabek.
Bagi
mereka harga terjangkau dan cepat sampai tujuan adalah hal yang diutamakan.
Penuhnya kereta pada saat jam sibuk, tidak menjadi penghalang bagi mereka yang
menggunakannya. Akibatnya, atap keretapun menjadi tempat yang mungkin “nyaman”.
Peraturan-peraturan yang melanggar hal tersebut dihiraukan.
Bukan
hanya itu, tidak sedikit yang menjadi korban pelecehan seksual ataupun korban
criminal dalam kereta. Banyak catatan criminal yang terjadi di kereta dan
kenyamanan bukan lagi menjadi prioritas penumpang dan penyedia dan hanya
sebagai impian
Landasan Teori
Rasa
aman (need for self security) menurut Maslow dalam E. Koeswara (1986: 120-121)
sebagai kebutuhan yang mendorong individu untuk memperoleh ketentraman,
kepastian, dan keteraturan dari keadaan lingkungannya. Penjelasan mengenai
konsep motivasi manusia menurut Abraham Maslow mengacu pada lima kebutuhan
pokok yang disusun secara hirarkis. Tata lima tingkatan motivasi secara secara
hierarkis ini adalah
• Kebutuhan
yang bersifat fisiologis (lahiriyah). Manifestasi kebutuhan ini terlihat dalam
tiga hal pokok, sandang, pangan dan papan. Bagi karyawan, kebutuhan akan gaji,
uang lembur, perangsang, hadiah-hadiah dan fasilitas lainnya seperti rumah,
kendaraan dll. Menjadi motif dasar dari seseorang mau bekerja, menjadi efektif
dan dapat memberikan produktivitas yang tinggi bagi organisasi.
• Kebutuhan keamanan dan
ke-selamatan kerja (Safety Needs) Kebutuhan ini mengarah kepada rasa keamanan,
ketentraman dan jaminan seseorang dalam kedudukannya, jabatan-nya, wewenangnya
dan tanggung jawabnya sebagai karyawan. Dia dapat bekerja dengan antusias dan
penuh produktivitas bila dirasakan adanya jaminan formal atas kedudukan dan
wewenangnya.
• Kebutuhan sosial (Social Needs).
Kebutuhan akan kasih sayang dan bersahabat (kerjasama) dalam kelompok kerja
atau antar kelompok. Kebutuhan akan diikutsertakan, mening-katkan relasi dengan
pihak-pihak yang diperlukan dan tumbuhnya rasa kebersamaan termasuk adanya
sense of belonging dalam organisasi.
• Kebutuhan
akan prestasi (Esteem Needs). Kebutuhan akan kedudukan dan promosi dibidang
kepegawaian. Kebutuhan akan simbul-simbul dalam statusnya se¬seorang serta
prestise yang ditampilkannya.
• Kebutuhan
mempertinggi kapisitas kerja (Self actualization).
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Setiap orang ingin mengembangkan kapasitas kerjanya dengan baik. Hal ini merupakan kebutuhan untuk mewujudkan segala kemampuan (kebolehannya) dan seringkali nampak pada hal-hal yang sesuai untuk mencapai citra dan cita diri seseorang. Dalam motivasi kerja pada tingkat ini diperlukan kemampuan manajemen untuk dapat mensinkronisasikan antara cita diri dan cita organisasi untuk dapat melahirkan hasil produktivitas organisasi yang lebih tinggi.
Teori
Maslow tentang motivasi secara mutlak menunjukkan perwujudan diri sebagai
pemenuhan (pemuasan) kebutuhan yang bercirikan pertumbuhan dan pengembangan
individu. Perilaku yang ditimbulkannya dapat dimotivasikan oleh manajer dan
diarahkan sebagai subjek-subjek yang berperan. Dorongan yang dirangsang ataupun
tidak, harus tumbuh sebagai subjek yang memenuhi kebutuhannya masing-masing
yang harus dicapainya dan sekaligus selaku subjek yang mencapai hasil untuk
sasaran-sasaran organisasi.
Gambar-gambar observasi


Gambar 1 dan 2
Pada gambar 1
dan 2 terlihat beberapa orang sedang menunggu
keadaan kereta dan ada beberapa orang yang tampak berdiri karena tak kebagian
tempat duduk bahkan ada yang duduk dipinggiran pagar stasiun karena tidak
kedapatan bangku kosong. Tampak wanita yang berkerudng putih tersebut menunggu
dengan gelisah, sesekali ia melihat jam.


Gambar 3 dan 4
Pada gambar 3
tampak situasi yang menunjukkan keadaan kereta AC yang menuju arah bogor pada
sore hari yang sedang terhenti di stasiun pondok cina. Pada situasi ini
terlihat penumpang yang ingin turun terlihat berdesakan sehingga penumpang yang
paling depan hamper terjatuh dan penumpang yang ingin naik pun terlihat sedikit
karena mereka lebih banyak ingin menaiki kereta ekonomi biasa karena harganya
yang terjangkau. Pada gambar 4 terlihat penumpang yang sedang menunggu kereta
menjadi berdiri karena tempat duduk yang tersedia tidak memadai.karena pada
saat tersebut hujan turun dan atap stasiun bocor.


Gambar 5 dan 6
Terlihat difoto ini keadaan stasiun dengan fasilitas tidak memadai,para penumpang KRL menunggu cukup
lama kereta datang,bahkan setelah kereta datangpun keadan kereta tersebut tidak
layak disebut angkutan umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat karena jumlah
penumpang lebih banyak dari ruang yang ada sehingga para penumpang bertumpuk
memenuhi semua gerbong kereta ekonomi yang datang itu.bahkan tak sedikit
penumpang yang naik keatap kereta karena tidak mendapat ruang didalam gerbong
padahal sedang turun hujan deras dan tak hanya itu beberapa penumpang memenuhi
kepala KRL Ekonomi itu bahkan ada beberapa penumpang yang bergelantungan karena
kapasitas penumpang lebih banyak dari pada kapasitas ruang yang ada.


Perbandingan KRL arah Bogor dan Jakarta pada jam-jam sibuk
Gambar 7 dan 8
Pemandangan yang
sangat miris antara kereta jurusan Jakarta-bogor dengan kereta jurusan
bogor-jakarta. Tampak di gambar 7 kereta yang sudah penuh pun masih ada
penumpang yang berusaha untuk masuk walau ia tahu bahwa akan sangat tidak
nyaman, sedangkan di gambar 8 tampak kereta yang sangat lengang hanya ada
beberapa penumpang saja di tiap gerbongnya di KRL arah Jakarta. Namun
sebaliknya pada jam sibuk di pagi hari KRL arah Jakarta terlihat sangat penuh
dan KRL arah Bogor terlihat tidak terlalu padat.
Lie To Me - Tractor Man (episode 10)
Seorang
petani datang dan mengancam dengan memarkir traktornya yang penuh dengan bahan
peledak di dekatnya gedung Departemen Keuangan AS. Dia mengaku
ingin berbicara dengan presiden, karena petani yang bernama Harold
Clark kehilangan generasi tiga peternakannya. Sedangkan di gedung itu sedang
ada sekelompok anak yang melakukan kunjungan study lapangan di
Departemen Keuangan AS tersebut. Sekelompok anak itu terjebak di
kantor-kantor Grup Lightman karena ancaman bom dari Harold Clark. FBI dan
Lightman segera
mendirikan pusat komando di kantor Grup Lightman untuk mengawasi dan untuk
mengetahui apa sebenarnya yang dilakukan oleh petani itu. Sementara
itu, Loker harus memandu dan menemani sekelompok anak yang ada di kantor-kantor
menggantikan Lightman, bahkan Loker pun
mengajak anak anak itu bermain selama Lightman berusaha mencari tahu apakah
ancaman itu nyata atau tidak.
Dengan
melakukan penyelidikan tentang Harold, dan melakukan banyak perundingan
akhirnya Lightman dapat mendekati truk Harold dan
membujuknya untuk turun dari truknya. Kemudian Lightman memeriksa isi truknya,
dan ternyata isi truk Harold hanya setumpuk jagung. Semuanya ancaman telah
selesai, dan semua aman. Kelompok anak kemudian dapat pulang dan Loker
mendapatkan ciuman dari guru mereka.
Kebohongan yang ada di film ini
Kebohongan
yg ada di film ini adalah : seorang petani yg bernama Harold datang ke gedung
Departemen Keuangan di AS, dan dia menginginkan untuk bertemu dengan presiden
AS, karna Harold marah kehilangan perternakannya. Petani itu mengendarai truk
besar yang dipenuhi dengan bahan peledak, dan petani itu mengancam, jika dia
tidak bisa bertemu dengan presiden, dia akan meledakan bahan peledak yang dia
bawa. FBI pun kemudian menyelidiki petani ini, dengan mencari informasi dari
istri dan tetanggannya. Lightman pun berusaha
berkomunikasi dan berunding dengan Harold melalui telepon dan dipantau terus
kamera dan diamati raut wajahnya saat berbicara. Lightman berusaha mencari tahu apakah
ancaman itu benar-benar nyata atau
tidak.
Setelah melakukan beberapa penyelidikan dan
mengamati ekspresi wajah harold saat berunding, akhirnya Lightman
datang
mendekati truk Harold dan mengajaknya turun dari truknya. Saat Lightman
membuka pintu bak truk, didapati kebohongan yang dilakukan Harold, ternyata
truknya berisi jagung bukan bahan peledak. Hal yang dilakukan Harold hanya suatu
ancaman untuk pertahanan diri dan untuk mendapatkan apa yang dia inginkan.
Pembahasan
Ketika
Harold datang ke gedung Departemen Keuangan di AS untuk bertemu dengan presiden
AS dia mengunakan ancaman sebagai pertahanan dirinya (defense mechanism) untuk
mendapatkan apa yang dia inginkan. Saat dia menutupi kebohongannya, dia merasa
gugup berbicara dengan Lightman. Gerakan bibir yang gugup itu diamati melalui
kamera dan para penyelidik menganalisanya sehingga mendapatkan ancaman yang
dilakukan oleh Harold itu adalah bohong, dengan dikuatkan kesaksian oleh
beberapa pihak yang diselidiki.
Analisis kebohongan dari film
Dalam
film Gerakan bibir yang gugup itu diamati melalui kamera dan para penyelidik
menganalisanya sehingga mendapatkan ancaman yang dilakukan oleh Harold itu
adalah bohong, dengan dikuatkan kesaksian oleh beberapa pihak yang diselidiki.
Pandangan mata yang gelisa dan gerakan badannya pun terlihat gugup.
Saat
bicara Harold terbata bata, badannya pun berkeringat saat terus di introgasi
oleh Lightman. Gerakan tubuhnya tidak tenang dan menimbulkan kecurigaan bahwa
yang dia katakana tidak benar. Beberapa kali pun harld mengerutkan dahinya
seperti sedang memikirkan sesuatu atau sedang menyembunyikan sesuatu. Tatapan
matanya mengarah kebawah dantidak focus, seperti memikirkan sesuatu. Itulah
analisis gerak gerik yang dilakukan untuk mengungkap kebohongan Harold.
Selasa, 04 Oktober 2011
psikologi lintas budaya (kebudayaan indis)
PENDAHULUAN
Sebutan
Indis berasal dari istilah Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda
dalam bahasa Indonesia. Itulah nama suatu daerah jajahan Pemerintah Belanda di
Timur Jauh, dan karena itu sering disebut juga Nederlandsch Oost Indie.
Orang Belanda pertama kali datang ke Indonesia pada tahun 1619. Mereka semula
berdagang tetapi kemudian memonopoli lewat VOC dan akhirnya menjadi penguasa
sampai datangnya Jepang pada tahun 1942. Kehadiran orang-orang Belanda selama
tiga abad di Indonesia tentu memberi pengaruh pada segala macam aspek
kehidupan. Perubahan antara lain juga melanda seni bangunan atau arsitektur.
Pada
mulanya bangunan dari orang-orang Belanda di Indonesia khususnya di Jawa,
bertolak dari arsitektur kolonial yang disesuaikan dengan kondisi tropis dan
lingkungan budaya. Sebutannya landhuiz, yaitu hasil perkembangan
rumah tradisional Hindu-Jawa yang diubah dengan penggunaan teknik, material
batu, besi, dan genteng atau seng. Arsitek landhuizen yang terkenal
saat itu antara lain Wolff Schoemaker, DW Berrety, dan Cardeel.
Dalam
membuat peraturan tentang bangunan gedung perkantoran dan rumah kedinasan
Pemerintah Belanda memakai istilah Indische Huizen atau Indo Europeesche
Bouwkunst. Hal ini mungkin dikarenakan bentuk bangunan yang tidak lagi murni
bergaya Eropa, tetapi sudah bercampur dengan rumah adat Indonesia.
Di
Surabaya, bangunan tersebut nampak pada gedung-gedung cagar budaya yang
sebagian besar terdapat di wilayah Surabaya bagian Utara. Misalnya gedung
tinggi nan kokoh yang sekarang digunakan sebagai Bank Mandiri, kawasan Pabean,
dah kompleks wahana pemerintahan, seperti kediaman gubernur dan hotel. Hala ini
pun sebenarnya terlihat di beberapa kota besar lainnya, seperti Jakarta dan
Semarang. Umumnya bangunan tersebut tinggi dan memiliki banyak jendela.
Demikian juga di kota Malang yang memiliki arsitektur dan pengaruh budaya
insdies yang kuat.
Pengaruh
budaya Barat terlihat pada pilar-pilar besar, mengingatkan kita pada gaya
bangunan Parthenon dari zaman Yunani dan Romawi. Lampu-lampu gantung dari
Italia dipasang pada serambi depan membuat bangunan tampak megah terutama pada
malam hari. Pintu terletak tepat di tengah diapit dengan jendela-jendela besar
pada sisi kiri dan kanan. Antara jendela dan pintu dipasang cermin besar dengan
patung porselen. Khusus untuk gedung-gedung perkantoran, pemerintahan, dan
rumah-rumah dinas para penguasa di daerah masih ditambah lagi dengan
atribut-atribut tersendiri seperti payung kebesaran, tombak dan lain-lain agar
tampak lebih berwibawa.
Tinjauan Pustaka
Teori Kebudayaan Indis
Mengambil
periodisasi perkembangan kebudayaan Indonesia di Jawa pada abad ke-18 sampai
pertengahan abad ke-20, buku ini mengulas rinci proses pembentukan kebudayaan
yang khas, yaitu kebudayaan dan gaya hidup Indis. Dalam buku ini dibahas antara
lain tentang bahasa Indis, pakaian, arsitektur, alat transportasi, hingga mata
pencaharian kelompok masyarakat ini. Penulis memfokuskan pada perpaduan budaya
Barat dan unsur-unsur budaya Timur, khususnya budaya Jawa. Pertukaran terjadi
dalam beberapa bentuk dalam matriks, anatara lain, pertukaran langsung,
pertukaran tergeneralisasi dan pertukaran produktif. Dalam pertukaran
langsung (Direct Exchange), timbal balik dibatasi pada kedua aktor yang
terlibat. Pertukaran tergeneralisasi (Generalized Exchange) melibatkan timbale
balik yang bersifat tidak langsung. Seseorang memberikan kepada orang lain, dan
penerima merespon tetapi tidak kepada orang pertama.akhirnya, pertukaran dapat
bersifat produktif, yaitu kedua aktor harus saling berkontribusi agar keduanya
memperoleh keuntungan.
Budaya Indis Dan Stratifikasi Sosial
Sentuhan
pertama yang terjadi antara bangsa Indonesia dan bangsa Belanda terjadi ketika
ekspedisi Cornelis de Houtman berlabuh di pantai utara Jawa guna mencari rempah
rempah. Pada perkembangan selanjutnya terjadi hubungan dagang antara bangsa
Indonesia dengan orang orang Belanda. Hubungan perdagangan tersebut
lambat laun berubah drastis menjadi hubungan antara penjajah dan terjajah,
terutama setelah didirikannya VOC. Penjajahan Belanda berlangsung sampai tahun
1942, meskipun sempat diselingi oleh Inggris selama lima tahun yaitu antara
1811-1816. Selama kurang lebih tiga ratus lima puluh tahun bangsa Belanda telah
memberi pengaruh yang cukup besar terhadap kebudayaan Indonesia.
Kolonialisme
Belanda di Indonesia depat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu :
(1).
Fase antara 1602-1800 : yaitu fase ketika Belanda dengan VOC
menggalakkan handels kapitalisme.
(2).
Fase antara 1800-1850 : fase ini diselingi oleh penjajahan Inggris, pada masa
ini Belanda menciptakan dan melaksanakan cultuurstelsel.
(3).
Fase antara 1850-1870 ; cultuurstelsel dihapus diganti oleh politik
liberal kolonial.
(4).
Fase setelah 1800 : makin bertambah perusahaan asing yang ada di Indonesia
akibat politik open door negeri Belanda.
pada
kebudayaan Indonesia, baik yang bersifat rohani, maupun yang terkait dengan
produk fisik kebudayaan. Menurut Raymond Kennedy kolonialisme Belanda memiliki
ciri ciri pokok sebagai berikut:
(1).
Membeda-bedakan warna kulit (color line).
(2).
Menjadikan tempat jajahan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
negara induk.
(3).
Perbaikan sosial sedikit.
(4).
Jarak sosial yang jauh antara bangsa terjajah dengan penjajah.
Dari
ciri ciri pokok di atas poin pertama dan poin keempat tercermin
dalam stratifikasi sosial yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial Hindia
Belanda. Stratifikasi sosial tersebut sebagai berikut :
(1).
Golongan
pertama :
orang Belanda dan orang asing ( kulit putih).
(2).
Golongan
kedua :
orang timur asing.
(3).
Golongan
ketiga :
orang pribumi. Pembedaan golongan kelas sosial berdasar warna kulit tersebut
diikuti dengan pembedaan hak dan kewajiban yang diterima. Hal ini berujung
untuk menjaga prestise pemerintah kolonial dengan
menciptakan superioritas orang kulit putih
dan inferioritas pribumi.
Masyarakat
Jawa sebelum masa kolonial Belanda, telah memiliki stratifikasi sosial secara
tradisional. Stratifikasi sosial tersebut menggunakan ukuran kedudukan jabatan
di pemerintahan. Stratifikasi sosial masyarakat Jawa sebelum kolonial sebagai
berikut :
(1).
Raja sebagai puncaknya.
(2).
Keluarga raja / bangsawan.
(3).
Pejabat tinggi, pembantu pribadi / pengikut raja.
(4).
Kaum rohaniawan.
(5).
Pejabat rendahan. Secara umum status sosial tertinggi dimiliki oleh raja dan
bangsawan / keturunan raja, kemudian pejabat sipil, militer, agama, kehakiman,
kecuali ulama istana, golongan tersebut yang disebut matri.
Ada
pemisahan antara stratifikasi sosial di pemerintahan pusat dengan di daerah.
Pemuka daerah dipandang lebih rendah kedudukannya dengan pejabat di
luar pemerintahan. Stratifikasi sosial di daerah terdiri dari :
(1). Akuwu dan anden merupakan
golongan tertinggi.
(2).
Pemuka agama.
(3).
Petani.
(4).
Hamba sahaya. Secara umum kedudukan seseorang dalam masyarakat Jawa tradisional
diukur dengan dua kriteria :
(1).
Prinsip kebangsawanan yang berakar dari hubungan darah dengan
orang yang memiliki jabatan di pemerintahan.
(2).
Prinsip kebangsawanan yang didasarkan dari posisi dalam hierarki birokratis.
Orang
yang memiliki status sosial akibat adanya hubungan darah dipandang kedudukannya
lebih tinggi dari yang didasarkan dari posisinya dalam hierarki birokratis. Hal
ini kemudian ditunjukkan dengan tingkat gelar serta nama kedudukannya. Orang
orang yang memiliki status kebangsawanan tersebut merupakan kaum priyayi.
Priyayi adalah kaum elit yang secara tradisional, memiliki tingkatan yang lebih
tinggi dari rakyat biasa.
Pada
masa peralihan dari kekuasaan feodal menjadi kekuasaan kolonial menghilang.
Hal ini karena kehidupan sosio-ekonomi masyarakat Jawa tidak mengalami
perubahan yang fundamental. Namun status sosial bangsa Indonesia yang dibawah
bangsa asing baik kulit putih maupun timur asing memberi dampak pada
stratifikasi sosial tradisional masyarakat Jawa. Adanya warna kulit yang
menjadi ukuran status sosial menjadikan Bangsa Belanda posisinya di atas
pribumi, termasuk raja. Meskipun raja dan keluarganya masih ditempatkan di atas
bangsa timur asing. Ukuran warna kulit menjadikan bangsa Belanda yang golongan
kecil tetapi memiliki hak istimewa ditempatkan di atas pribumi
yang mendapat jabatan di atas pribumi yang harus diangkat berdasar
keahlian.
Meskipun
raja dan keluarganya di tempatkan di atas bangsa timur asing, priyayi tetap
berada dibawah kaum timur asing termasuk golongn pribumi. Masyarakat
tradisional Jawa sendiri terbagi menjadi dua yaitu : priyayi dan rakyat biasa
atau wong cilik. Priyayi merupakan orang yang berkelas tinggi yang merupakan
golongan elit masyarakat Jawa, yang dapat diukur dari tiga aspek :
(1).
Tradisional : pegawai istana sultan.
(2).
Kolonial : pengelola kantor pribumi.
(3).
Keturunan : gelar priyayi meski bukan pegawai pemerintah.
Pada
masa kolonial Belanda ukuran untuk disebut sebagai priyayidigunakan ukuran
pekerjaan dan keturunan. Dan pada masa itu untuk golongan pekerjaan
tertentu yang ukurannya tinggi bagi pribumi tidak dapat sembarang orang
menduduki. Misalnya, pengangkatan seorang pegawai tingkat wedana ke atas
digunakan asas keturunan. Hanya keturunan wedana ke atas yang dapat menduduki.
Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua orang dapat menjadi priyayi.
Golongan
priyayi pada masa kolonial Belanda yang didasarkan pada jabatan kepegawaian
status sosialnya sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya jabatan. Makin tinggi
jabatan makin tinggi status sosialnya, baik dalam tataran pribumi secara umum
maupun dalam kelompok priyayi. Perbedaan status sosial antar kaum priyayi
dibagi sebagai berikut :
(1).
Pangreh praja /pejabat pemerintah daerah. Tertinggi bagi priyayi,
diukur dari sifat kebangsawanan.
(2).
Bukan pangreh praja : golongan terpelajar dari golongan tiyang
alit (wong cilik) yang medapat kedudukan dari pendidikan.
Kota
Malang merupakan kota terbesar kedua di propinsi Jawa Timur yang telah lama
berdiri sejak zaman kolonial Belanda. Pada zamannya, perencanaan kota Malang
sering disebut sebagai salah satu hasil perencanaan kota kolonial yang terbaik
di Hindia Belanda. Kota Malang yang kita huni didesain dengan konsep arsitektur
kolonial, yang karena nilai estetis dan historisnya yang tinggi patut untuk
dipertahankan.
Salah
satu sebab mengapa warisan arsitektural dari masa itu yang berupa bangunan
kolonial masih dapat dinikmati oleh masyarakat modern adalah karena kekhasan
bentuk bangunannya. Para arsitek Belanda yang merancang bangunan-bangunan
kolonial di Indonesia pada era 1910-an hingga 1940-an telah berhasil memadukan
arsitektur Eropa, khususnya Belanda, dengan teknologi bangunan daerah tropis.
Bangunan-bangunan tersebut tetap memiliki gaya Eropa, namun tetap sesuai untuk
dihuni di daerah tropis.
Keunikan
bangunan inilah yang membedakan bangunan kolonial Belanda dengan bangunan
lainnya. Pada bangunan kolonial, terdapat berbagai ciri-ciri khusus yang
menghubungkan satu bangunan dengan bangunan lainnya, terutama pada fasade
bangunan yang terlihat pertama kali oleh pengunjung.
Kota
Malang telah dikuasai Belanda sejak tahun 1767, namun baru berkembang pesat
pada awal abad ke-20. Perkembangan yang pesat dalam perencanaan perluasan kota
Malang sangat dipengaruhi dari berdirinya Gemeente Malang pada 1 April 1914
dibawah pimpinan walikota pertama, H.I Bussemaker. Perencana utama perkembangan
kota Malang pada masa itu adalah Ir. Herman Thomas Karsten, dengan
memperhatikan aspek kenyamanan view yang berorientasi pada pemandangan
gunung-gunung sekitar kota Malang.
Rencana
kota Malang 1920, yang dibuat oleh Ir Thomas Kartsen, merupakan fenomena baru
bagi perencanaan kota-kota di Indonesia, kaidah-kaidah perencanaan modern telah
memberikan warna baru bagi bentuk tata ruang kota, seperti penggunaan pola
boullevard, bentuk-bentuk simetri yang menonjol dan sangat disukai pada periode
renaisance.
Bentuk
dan tata ruang pusat kota yang terbentuk pada masa pemerintahan Belanda, yang
lebih ditujukan bagi kepentingan politis pemerintahan belanda (mengutamakan
masyarakat Belanda), ternyata telah menghasilkan bentukan morfologi kota yang
cenderung meniru bentuk-bentuk arsitektur gaya Eropa seperti Art Deco,
Renaisance, Baroqe dan sebagainya. Dalam konteks historis sebenarnya keberadaan
bangunan peninggalan Belanda merupakan potensi (asset) yang dapat dikembangkan
bagi perkembangan arsitektur kota Malang. Melalui aturan-aturan produk
kolonial, ternyata telah memberikan warna pada bentukan fisik lingkungan baik
gaya arsitektur maupun pola-pola tata ruang yang terbentuk.
Meskipun
gaya arsitektur yang ditunjukkan masih banyak dipengaruhi gaya arsitektur
Belanda, tapi pada umumnya bentuk arsitektur bangunan sudah beradaptasi dengan
iklim setempat. Hal ini dapat terlihat dari bentuk denah dengan menempatkan
galery keliling bangunan dengan maksud supaya sinar matahari langsung dan
tampias air hujan tidak langsung masuk jendela atau pintu. Adanya atap susun
dengan ventilasi atap yang baik serta overstek yang cukup panjang untuk
pembayangan tembok.
Contoh
bangunan kolonial Belanda adalah :
(a)
Javasche Bank (sekarang Bank Indonesia disebelah utara alun-alun dibangun tahun
1915).
(b)
Palace Hotel (sekarang hotel Pelangi terletak di sebelah selatan alun-alun
dibangun tahun 1916).
(c)
Kantor Pos dan Telegram (sekarang sudah dibongkar terletak di Jalan Basuki
Rahmat dibangun antara tahun 1910-an).
Menurut
Handinoto dalam buku Perkembangan Kota dan Arsitektur Kolonial Belanda
1870-1940, bentuk arsitektur kolonial Belanda di Indonesia sesudah tahun 1900-an
merupakan hasil kompromi dari arsitektur modern yang berkembang di Belanda yang
disesuaikan dengan iklim tropis basah Indonesia. Hasil keseluruhan dari
arsitektur kolonial Belanda di Indonesia adalah suatu bentuk khas.
Kekhasan
tersebut terletak pada :
(a)
Penggunaan Gewel (Gable) pada tampak depan bangunan. Gewel adalah bagian
berbentuk segitiga dari bagian akhir dinding atap dengan penutup atap yang
melereng.
(b)
Penggunaan tower pada bangunan. Tower adalah bangunana berstruktur tinggi,
dapat berdiri sendiri maupun menjadi bagian dari bangunan dengan penerangan dan
peralatan internal seperti tangga, dan atap yang jelas. Di Indonesia biasanya
membuat tower yang ujungnya diberi atap menjadi mode pada arsitektur kolonial
Belanda pada awal abad ke-20. (c) Penggunaan dormer pada atap bangunan Dormer
adalah jendela atau bukaan lain yang terletak pada atap yang melereng dan
memiliki atap tersendiri. Bingkai dormer biasanya diletakkan vertikal diatas
gording pada atap utama.
Pengaruh
Eropa mendominasi bangunan-bangunan tersebut khususnya bangunan arsitektur
kolonial Belanda, perlu diperhatikan bahwa aspek iklim tropis selalu
dipertimbangkan dalam desain bangunan Belanda. Hal itu dapat dilihat pada atap
dengan sudut kemiringan yang besar, ventilasi yang baik dan jarak antara lantai
dan langit-langit yang tinggi. Teras depan dan teras belakang yang umum
ditemukan pada sebagian besar bangunan kolonial Belanda memiliki beberapa
fungsi: koridor, ruang antara dari lingkungan luar dengan lingkungan dalam
serta isolator panas. Teras ini juga identik dengan Peringgitan dalam rumah
joglo di Jawa.
PEMBAHASAN
Awal Kehadiran Orang Belanda
Pada
awal kehadiran belanda, VOC mendirikan gudang-gudang untuk meninbun barang
dagangan yang berupa rempah-rempah yang berlokasi di banten, jepara, jayakarta.
Gudang ini pula berfungsi sebagai kantor dagang dan memperkuatnya sebagai
benteng pertahanan dan tempat tinggal. Gudang sekaligus benteng pertahanan
tersebut di bangun di tepi timur kali ciliwung.
Kehadiran orang belanda di indonesia yang kemudian menjadi penguasa mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangunan rumah tradisional serta fungsi ruangannya serta alat perlengkapan tradisional daerah jawa juga mengalami perubahan.
Kehadiran orang belanda di indonesia yang kemudian menjadi penguasa mempengaruhi gaya hidup, bentuk bangunan rumah tradisional serta fungsi ruangannya serta alat perlengkapan tradisional daerah jawa juga mengalami perubahan.
Dengan
demikian kebudayaan barat (belanda) dalam hal gaya hidup berumah tangga
seharihariserta ketujuh universal kebudayaan yaitu bahasa, peralatan dan
perlengkapan hidup manusia, mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, sistem
kemasyarakatan, kesenian, ilmu pengetahauan dan religi ikut terpengaruh pula.
tujuh unsur universal budaya yang merupakan campuran unsur budaya belanda dan
pribumi inilah yang di sebut kebudayaan indis. Istilah indis di kenal luas oleh
masyarakat dengan berdirinya partai-partai politik seperti indische partij yang
di dirikan oleh douwes dekker, tjipto mangun kusumo, dan suwardi suryaningrat
pada 1912.
Sebagai fenomena historis, gaya hidup dan budaya indis sangat erat hubungannya dengan faktor politik kolonial. Dalam membahas kebudayaan indis, penelaahan hubungan antar bangsa belanda dan jawa secara berlebih mendalam sangat di perlukan mengingat kedua budaya saling tergantung dan saling menghidupi. Perekmbangan kebudayaan indis berakhir bersamaan dengan runtuhnya kekuasan hindia belanda ketangan kekuasaan balatentara jepang selama 3,5 tahun.
Sebagai fenomena historis, gaya hidup dan budaya indis sangat erat hubungannya dengan faktor politik kolonial. Dalam membahas kebudayaan indis, penelaahan hubungan antar bangsa belanda dan jawa secara berlebih mendalam sangat di perlukan mengingat kedua budaya saling tergantung dan saling menghidupi. Perekmbangan kebudayaan indis berakhir bersamaan dengan runtuhnya kekuasan hindia belanda ketangan kekuasaan balatentara jepang selama 3,5 tahun.
Masyarakat
Pendukung Kebudayaan Indis
Sejak abad ke 18 sampai awal
abad 20 muncul golongan sosial baru sebagai pendukung kuat kebudayaan campuran
(belanda-jawa ) di daerah jajahan hindia belanda. Hal itu di sebabkan oleh
besarnya pengaruh kebudayaan belanda di pulau jawa. Burger menyebutkan ada 5
golongan masyarakat baru di atas desa yaitu:
1. golongan pamongpraja bangsa belanda
1. golongan pamongpraja bangsa belanda
2. golongan pegawai
indonesia baru
3. golongan pengusaha
partikelir eropa
4. golongan akademisi
indonesia (sarjana hukum, insinyur, dokter, guru, ahli pertanian, dan ilmu-ilmu
lainnya)
5. golongan menengha
indonesia yaitu para pengusaha indonesia yang mempunyai usaha di bidang
perniagaan dan kerajinan.Golongan yang terakhir ini merupakan golongan orang
kaya baru tapi justru kurang di anggap oleh golongan di atasnya, para bangsawan
jawa justru memperlakukannya sebagai wong cilik.
Dalam proses akulturasi dua
kebudayaan tersebut peran penguasa kolonial di hindia belanda sangat menentukan
dan bangsa indonesia menerima nasib sebagai bangsa terjajah serta menyesuaikan
diri sebagai aparat penguasa jajahan / kolonial. Hasil perpaduan menunjukkan
bahwa ciri-ciri barat (eropa) tampak lebih menonjol dan dominan.Sejak akhir
abad ke 18 sampai awal abad 20 bahasa melayu pasar mulai berbaur dengan bahasa
belanda. Pembauran ini berawal dari bahasa komunikasi yang di gunakan oleh
keluarga dalam lingkungan " indische landshuizen" yang selanjutnya di
gunakan oleh golongan indo-belanda. Bahasa ini kemudian berkembang di batavia.
Di jawa tengah dan jawa timur proses perpaduan belanda dan jawa terjadi hanya
pada sebagian masyarakat pendukung kebudayaan indis. Proses ini menibulkan
bahasa pijin/ campuran yang pada umumnya di gunakan oleh orang-orang keturunan
belanda dengan ibu jawa oleh cina keturunan dan timur asing..
Enkulturasi
adalah suatu proses pembentukan budaya dari dua bentuk kelompok budaya yang
berbeda sampai munculnya pranata yang mantap.
Dalam pembahasan kajian teologis, enkulturasi religi di artikan sebagai rancang bangun teologi lokal. Enkulturasi religi sebagi rancang bangun lokal di sebut inkulturasi. Keberhasilan inkulturasi tidak hanya berdampak pada munculnya kesinam
Dalam pembahasan kajian teologis, enkulturasi religi di artikan sebagai rancang bangun teologi lokal. Enkulturasi religi sebagi rancang bangun lokal di sebut inkulturasi. Keberhasilan inkulturasi tidak hanya berdampak pada munculnya kesinam
budaya
dan agama ttapi berdampak pada munculnya kestabilan idiologi, politik dan
sosial sejalan dengan kondisi zaman penjajahan.
Gaya
Hidup Masyarakat Indis
Gaya
hidup semacam di landhuizen itu tidak dikenal di negeri Belanda. Lama-kelamaan
kota-kota pionir macam Batavia, Surabaya, dan Semarang yang terletak di hilir
sungai dianggap kurang sehat karena dibangun di atas bekas rawa-rawa. Mereka
kemudian memindahkan tempat tinggalnya ke permukiman baru di daerah pedalaman
Jawa, yang dianggap lebih baik dan sehat. Di sini mereka mendirikan rumah
tempat tinggal dan kelengkapannya yang disesuaikan dengan kondisi alam dan
kehidupan sekeliling dengan mengambil unsur budaya setempat. Pertumbuhan budaya
baru ini pada awalnya didukung oleh kebiasaan hidup membujang para pejabat
Belanda. Larangan membawa istri (kecuali pejabat tinggi) dan mendatangkan
wanita Belanda ke Hindia Belanda memacu terjadinya percampuran darah yang
melahirkan anak-anak campuran dan menumbuhkan budaya dan gaya hidup
Belanda-Pribumi, atau gaya Indis.Kata “Indis” berasal dari bahasa Belanda
Nederlandsch Indie atau Hindia Belanda, yaitu nama daerah jajahan Belanda di seberang
lautan yang secara geografis meliputi jajahan di kepulauan yang disebut
Nederlandsch Oost Indie, untuk membedakan dengan sebuah wilayah jajahan lain
yang disebut Nederlandsch West Indie, yang meliputi wilayah Suriname dan
Curascao.
Konsep
Indis di sini hanya terbatas pada ruang lingkup di daerah kebudayaan Jawa,
yaitu tempat khusus bertemunya kebudayaan Eropa (Belanda) dengan Jawa sejak
abad XVIII sampai medio abad XX. Kehadiran bangsa Belanda sebagai penguasa di
Pulau Jawa menyebabkan pertemuan dua kebudayaan yang jauh berbeda itu makin
kental. Kebudayaan Eropa (Belanda) dan Timur (Jawa), yang berbeda etnik dan
struktur sosial membaur jadi satu.Golongan masyarakat atas adalah pendukung
utama kebudayaan Indis. Dalam membangun rumah tempat tinggal gaya Indis,
golongan pengusaha atau pedagang berperan cukup besar, misalnya mereka yang
tinggal di Laweyan (Surakarta), dan Kotagede (Yogyakarta). Pada masa VOC,
secara garis besar struktur masyarakat dibedakan atas beberapa kelompok. Masyarakat
utama disebut signores, kemudian keturunannya disebut sinyo. Yang langsung
merupakan keturunan Belanda dengan pribumi “grad satu” disebut liplap, sedang
“grad kedua” disebut grobiak, dan “grad ketiga” disebut kasoedik. Liplap
biasanya menjadi pedagang atau pengusaha, yang sangat disukai menjadi pedagang
budak karena mendapat untung banyak. Ada pun grobiak kebanyakan menjadi pelaut,
nelayan, dan tentara, sedangkan kasoedik mata pencariannya menjadi pemburu dan
nelayan. Telundak untuk santaiRumah-rumah mewah milik para pejabat tinggi VOC
menjadi pioner berkembangnya kebudayaan Indis. Pembangunan rumah pesanggrahan
oleh para pembesar kompeni misalnya, diawali dengan mendapatkan sebidang tanah
berupa hutan. Semula mereka mendapatkan hak milik dari penguasa tertinggi
Hindia Belanda. Rumah dan gereja kecil di Depok, misalnya, pembangunannya
diprakarsai sendiri oleh Chastelijn, pemiliknya. Rumah dan kebun tuan tanah
Materman (yang kini mengingatkan nama daerah Matraman), dilaksanakan oleh tuan
tanahnya sendiri. Rumah tempat tinggal Belanda masa awal di Jawa mempunyai
susunan khas mirip dengan yang ada di negeri asalnya.
Di
lain sisi rumah mewah dan rumah tinggal di luar benteng dibangun dalam
lingkungan alam dunia Timur, atau Jawa. Sehingga hasil akhirnya adalah bentuk
campuran, yakni tipe rumah Belanda dengan bentuk rumah pribumi Jawa.
Rumah-rumah bergaya Indis. Bangunan rumah mewah semula dipergunakan oleh
orang-orang Belanda sebagai tempat tinggal di luar kota, yang kemudian juga
didirikan di wilayah-wilayah baru di Batavia. Corak bangunan rumah tinggal
demikian ini mirip dengan rumah para pedagang kaya di kota lama Baarn atau
Hilversum, Belanda. Ciri menonjol pada rumah-rumah Belanda di Batavia ialah
adanya telundak (semacam teras) yang lebar. Telundak yang luas itu bukan
sekadar sebagai bagian dari sebuah bangunan rumah, tetapi mempunyai arti dan
kegunaan khusus, sebagai sarana hubungan sosial. Telundak menjadi tempat
bertemu yang ideal antarkeluarga dan tetangga. Telundak yang lebar ini
kebanyakan digunakan untuk duduk santai dan menghirup udara segar di sore hari.
Pada masa berikutnya, pada sudut-sudutnya ditaruhkan bangku. Sebuah pagar
rendah dibuat untuk memisahkan dari trotoar jalan, yang lalu dihilangkan guna
mendapatkan ruang yang lebih luas.
Gaya
hidup dan bangunan rumah Indis pada tingkat awal cenderung banyak bercirikan
budaya Belanda. Hal ini terjadi karena para pendatang bangsa Belanda pada awal
datang ke Indonesia membawa kebudayaan murni dari Belanda. Pengaruh afektif
kebudayaan Belanda yang sangat besar lambat laun makin berkurang, terutama
setelah anak keturunannya dari hasil perkawinan dengan bangsa Jawa makin
banyak.Perkawinan di antara mereka melahirkan masyarakat Indo. Mereka menyadari
akan perlunya kebudayaan Belanda untuk tetap diunggulkan sebagai upaya untuk
menjaga martabat sebagai bangsa penguasa. Masyarakat Indo dan para priyayi baru
ini masih tetap menganggap perlu tetap adanya budaya masa lampau yang
dibanggakan. Mereka menganggap perlunya menggunakan budaya Barat demi karier
jabatan dan prestisenya dalam hidup masyarakat kolonial. Hal semacam ini
tampak, misalnya dalam cara mereka bergaul, dalam kegiatan hidup sehari-hari,
seperti menghargai waktu, cara dan disiplin kerja, dsb.
Lingkungan Permukiman Masyarakat Eropa,
Indis dan Pribumi
A. Sumber
– sumber tentang Pola Lingkungan Permukiman
Pola
permukiman, bentuk rumah tinggal tradisional dan bangunan rumah tinggi gaya
Indis tercatat dalam berbagai sumber. Sumber yang paling banyak adalah berita
tulis buah karya orang jawa, belanda (Eropa) serta orang asing lainnya. Selain
itu, terdapat peninggalan bangunan yang hingga saat ini masih ada dan digunakan
sebagai tempat tinggal atau keperluan lain. Sumber lain yang juga dapat
digunakan sebagai sumber berita ialahhasil karya yang berupa lukisan, skets dan
graver buah karya para musafir, peneliti alam, pejabat VOC dan dokumentasi
pemerintah kolonial. Setelah dikenal pengguanaan alat pemotretan, hasil
fotografi merupakan sumber berita penting yang dapat digunakan untuk melengkapi
sumber – sumber tersebut.
1. Berita
dari Karya Tulis
Berita
tertulis tentang wilayah pemukiman yang kemudian berkembang menjadi kota, sudah
lama dikenal sebelum ada abad ke -19. dalam disertasi FA. Soetjipto tentang
kota – kota pantai disekitar Selat Madura terdapat informasi tentang sumber –
sumber berita tertulis Pribumi, antara lain berupa babad, kidung maupun serat,
baik yang maih berupa manuskrip maupun yang sudah dicetak dengan jumlah cukup
banyak. Karya – karya tulis ini banyak ditulis didaerah pantai (pesisir) dan
pedalaman Pulau Jawa.
Manuskrip
tersebut antaralain Babad Negeri Semarang, Babad Tuban,Babad Gersik, Babad
Blambangan, Babad Kitho Pasoeroean, Babad Lumajang dan Babad Banten. Yang
berupa cerita perjalanan R.M. Poerwolelono. Kitab – kitab tersebut memberitakan
dan menerangkan berbagai aspek kehidupan suku jawa,dan secara tidak langsung
juga memberitakan tentang kota, rumah, adat, sejarah dan sebagainya.
Menggunakan
sumber – sumber berupa babad, serat atau cerita perjalanan seperti tersebut di
atas memerlukan ketelitian dan sikap kritis dalam memahaminya karena kitab –
kitab tersebut memang tidak dimaksudkan sebagai karya sejarah, tetapi lebih
bersifat karya sastera.
2.
Sumber Tertulis dari Bangsa Eropa
Sumber
tertulis tentang Pulau Jawa yang berupa cerita atau laporan perjalanan sudah
ditulis pada abad ke-18 dan abad ke-19 cukup banyak, antara lain berupa
Rapporten, Missiven, Memories van Overgave (naskah serah terima jabatan). Reis
bechrijvingen (catatan perjalanan), Daaghregisters (catatan harian Kompeni di
Batavia) dan Contracten (naskah – naskah perjanjian antara Kompeni dan kelapa –
kelapa bangsa Pribumi).
Manuskrip
yang berupa berita tentang kota dan kehidupan masyarakatnya pada abad ke-18 dan
abad ke-19 banyak ditulis dalam kisah perjalanan di Hindia Belanda, khususnya
Jawa. Karya dari pengalamn pribadi itu sangat mengasyikan untuk dibaca untuk
menambah wawasan gambaran hidup sezaman yang meliputi tujuh unsur pokok
universal kebudayaan indis di Jawa.
3.
Berita Visual
Berita
visual berasal dari karya lukisan, sketsa, grafis dan potrer. Selain berita
dari karya – karya tulis yang sudah disebutakan pada sub-bab sebelumnya,
penggambaran kota, permukiman dan perumahan dapat juga diikut secara visual
lewat lukisan para pelukis Eropa yang datang ke Indonesia. Lukisan yaitu suatu
lukisan dengan teknik encreuk relief yang dipahatkan pada lempengan tembaga
atau perunggu sangat populer. Dalam melukis, pelukis antara lain menggunakan
cara penglihatan mata burung (vogel vlucht). Karya – karya itu dilukis oleh
para pelukis yang mengikuti perjalanan, pelayaran atau ekspedisi. Karya mereka
berupa lukisan kota – kota pantai, seperti Batavia, Jepara, Banten, Gersik dan
sebagainya.
4.
Karya Berupa Fotografi
Karya
berupa fotografi sangat banyak tersimpan di gedung KITLV Laiden dan berbagai
museum Belanda. Menurut Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia di Pejaten
(Jakarta), disebut oleh direkturnya, tersimpan tidak kurang dari 1.000.600 buah
foto dari masa sebelum Perang Dunia II.
Sejak
kehadiran kapal – kapal dagang Belanda pertama kedunia Timur, mereka sudah
membawa serta para pelukis. Hasil lukisan mereka terutama digunakan untuk
kelengkapan laporan kepada Heeren Zeventien di Belanda. Ada lukisan yang
dimaksudkan sebagai kenang – kenangan atau sebagai hadiah keluarga. Ada pula yang
dimaksud untuk diperjualbelikan. Objek lukisan ialah keadaan negeri – negeri
yang dikunjungi, seperti kota – kota pantai, kehidupan masyarakat sehari –
hari, adat-istiadat, rumah tempat tinggal dan sebagainya. Banyak di antara
lukisan yang dihasilkan menunjukan kekayaan, kebesaran dan kekuasaanpara raja
di berbagai negara yang disinggahi kapal – kapal VOC tersebut. Hal yang sama
juga dilakukan oleh para pelukis dan awak kapal Inggris dan Prancis yang mengunjungi
Hindustan dan Persia
B.
Mengamati Seni Bangunan Rumah dari Hasil Karya Seni Lukis, Pahat, Foto dan
Karya Sastera
Mengenal
kembali sesuatu hasil seni bangunan rumah dari silam yang umumnya sudah rusak
merupakan hal yang menarik. Menarik karena materialnya yang lapuk dimakan
zaman, diubah bentuknya atau dirombak karena tidak sesuai lagi dengan selera
zaman, kecuali dari banguan aslinya atau reruntuhan yang ada, dapat pula
melalui benda – benda lain. Adapun benda – benda lain berupa karya lukis, karya
sastera, foto gravir. Sketsa, relief atau bend lain seperti maket yang dibuat
oleh museum atau lembaga – lembaga penelitian.sebagai contoh, tentang bentuk
bangunan rumah Jawa zaman Majapahit atau zaman Jawa Hindu, orang dapat
melihatnya dari gambar relief candi atau hasil seni sastera sebagai Nagara
Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca.
Melalui
karya seni lukis, foto gravir, relief dan karya sastera, kini orang dapat
mengetahui hasil seni bangunan rumah dan perabotan milik bangsa Belanda dan
anak keturunannya di Indonesia. Dengan demikian orang tidak harus selalu
mencari banguan rumah aslinya, tetapi dapat pula melihatnya dari hasil – hasil
karya seni lukis yang dilukis pada waktu bangunannya dalam keadaan utuh. Dalam
seni lukis abad ke-17 sampai abad ke-19, sedikit sekali kemingkinan para
pelukis memalsukan objek yang dilukis. Pendapat ini didasarkan atas beberapa
alasan.
Pertama,
para pelukis naturalis yang hidup pada abad ke-17 sampai abad ke-19 adalah
pengikut yang terpengaruh oleh gaya terperiode Renaisans dan Barok. Pada masa
itu “naturalisme” dan “akademisme” hidup dengan subur dikalangan seniman lukis
Eropa. Dengan demikian, di dalam lukisan – lukisan seniman Belanda pada zaman
ini besar sekali kemungkinannya bahwa apa yang dilukis benar – benar ada dan
tepat sesuai dengan bangunan serta keadaan pada waktu itu. Sehingga dengan
demikian, hasil karya lukis dari zaman itu bernilai setara dengan hasil
pemotretan dengan foto kamera pada abad ke-20.
Kedua,
beberapa penulisan dan pelukis lazim menggambarkan bangunan rumah serta
pemandangan alam sekitarnya, misalnya rumah milik Groeneveld di Tanjung Timur
(dilukiskan keindahanyan oleh penulis Johannes Oliver dan Roorda van Eysinga).
Ketiga,
terdapat adanya suatu kebiasaan para pembesar VOC dan Hindia Belanda, terutama
para gubernur jendral di Batavia dan para bangsawan kaya, meminta seniman
melukis rumah tempat tinggaldan keluarga mereka sebagai kebanggan atau kenang –
kenangan keluarga. Hal ini sama dengan orang dari abad sekarang yang memotret
rumah dan keluarga untuk dipasang pada dinding rumah atau dikirim pada sanak
keluarganya dengan maksud yang sama, yaitu sebagai kenangan atau pamer.
Ragam Hias Rumah Tinggal
Percampuran
budaya Eropa (Belanda) dengan budaya lokal yang meliputi seluruh aspek tujuh
unsur universal budaya, menimbulkan budaya baru yang didukung sekelompok
masyarakat penghuni kepulauan Indonesia, yang disebut dengan budaya Indis.
Budaya Indis kemudian juga ikut mempengaruhi gaya hidup masyarakat ditanah
Hindia-Belanda. Gaya hidup Indis juga ikut mempengaruhi kehidupan keluarga
pribumi melalui jalur-jalur formal, misalkan melaui media pendidikan, hubungan
pekerjaan, perdagangan, dan lain sebagainya. Selain gaya hidup dengan berbagai
aspeknya, bangunan rumah tinggal mendapat perhatian dalam perkembangan budaya
Indis, karena rumah tempat tinggal merupakan ajang kegiatan sehari-hari.
Arsitektur
Indis merupakan hasil dari proses akulturasi yang panjang. Akulturasi
dirumuskan sebagai perubahan kultural yang terjadi melalui pertemuan yang
terus-menerus dan intensif atau saling mempengaruhi antara dua kelompok
kebudayaan yang berbeda. Dalam pertemuan ini dapat terjadi tukar-menukar ciri
kebudayaan, yang merupakan pembauran dari kedua kebudayaan tersebut. Atau dapat
juga ciri kebudayaan yang satu demikian dominannya, sehingga menghapus ciri
kebudayaan dari kelompok yang lain. Meskipun demikian dalam penggunaannya
akhir-akhir ini cenderung diartikan terbatas hanya pada pengaruh satu
kebudayaan atas kebudayaan yang lain (unilateral). Misalkan dalam hal pengaruh
kebudayaan modern terhadap kebudayaan primitif.
Proses
tersebut bisa timbul bila ada ;
(i) golongan-golongan
manusia dengan latar kebudayaan yang berbeda-beda,
(ii) saling
bergaul langsung secara intensif untuk jangka waktu yang relatif lama sehingga,
(iii)kebudayaan-kebudayaan
dari golongan-golongan tadi masing-masing berubah saling menyesuaikan diri menjadi
kebudayaan campuran. Proses yang timbul tersebut bisa terjadi jika
terpenuhinya suatu prasyarat, yaitu bila terjadi saling penyesuaian diri
sehingga memungkinkan terjadi kontak dan komunikasi sebagai landasan untuk
dapat berinterkasi dan memahami diantara kedua etnis.
Keadaan
alam tropis pulau Jawa menentukan dalam mewujudkan hasil karya budaya seperti
bentuk arsitektur rumah tinggal, cara berpakaian, gaya hidup dan sebagainya.
Wujud dari isi kebudayaan yang terjadi dalam proses akulturasi itu
sekurang-kurangnya ada tiga macam, yaitu:
a)
berupa sistem budaya (cultural system) yang terdiri dari gagasan, pikiran,
konsep, nilai-nilai, norma, pandangan, undang-undang, dan sebagainya, yang
berbetuk abstrak, yang dimiliki oleh pemangku kebudayaan yang bersangkutan
merupakan ide-ide (ideas). Cultural System ini kiranya tepat disalin dalam
bahasa Indonesia dengan "tata budaya kelakuan".
b)
berbagai aktivitas (activities) para pelaku seperti tingkah berpola,
upacara-upacara yang wujudnya kongkret dan dapat diamati yang disebut social
system atau sistem kemasyarakatan yang berwujud kelakuan.
c)
berwujud benda (artifacts), yaitu benda-benda, baik dari hasil karya manusia
maupun hasil tingkah lakunya yang berupa benda, yang disebut material culture
atau hasil karya kelakuan.
Ciri-ciri
Belanda pada bangunan rumah Indis pada tingkat awal bisa dimengerti karena pada
awal kedatangannya mereka membawa kebudayaan murni dari negeri Belanda. Namun
lama-kelamaan budaya mereka bercampur dengan kebudayaan Jawa sehingga hal
tersebut ikut mempengaruhi gaya arsitektur rumah mereka. Selain itu perubahan
pada bangunan mereka bisa pula dikarenakan iklim dan cuaca yang berbeda antara
dinegeri Belanda dengan ditanah Jawa. Sehingga bangunan mereka disesuaikan dengan
iklim dan lingkungan setempat.
Di
Surakarta rumah bergaya Indis dengan ciri-ciri landhuis yang masih terawat
rapi salah satu contohnya adalah rumah Agustinus De Zentje, yang sekarang
menjadi rumah dinas Walikota Surakarta. Rumah ini memiliki bentuk bangunan yang
besar dan luas. Kemewahannya terlihat dari berbagai ragam hias yang terdapat
dirumah ini. Hal ini bisa dipergunakan sebagai tolak ukur derajat dan kekayaan
pemiliknya. Gaya hidup yang cenderung dijadikan sebuah lambang status sosial yang
tinggi. Rumah ini dikenal masyarakat Surakarta dengan sebutan Loji Gandrung.
Rumah
sebagai tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan hidup yang utama bagi
manusia disamping kebutuhan sandang dan pangan. Oleh sebab itu rumah dibutuhkan
manusia bukan hanya sebagai tempat tinggal namun juga sebagai tempat berlindung
dari ancaman alam.
Dalam
menempati suatu bangunan rumah, pemiliknya berusaha dan bertujuan untuk
mendapatkan rasa senang, aman, dan nyaman. Untuk mendapatkan ketentraman hati
dalam menempati bangunan rumah ini, orang berusaha untuk memberi keindahan pada
bangunan tempat tinggalnya. Maka dipasanglah berbagi macam hiasan, baik hiasan
yang kontruksional atau yang tidak.
Arsitektur
bukan hanya sebuah bangunan atau monumen yang tanpa jiwa. Arsitektur rumah
tinggal sebagai hasil budaya merupakan perpaduan karya seni dan pengetahuan
tentang bangunan, sehingga arsitektur juga membicarakan berbagai aspek
keindahan dan kontruksi bangunan. Seorang arsitek dituntut bukan
hanya membangun sebuah banguanan semata, tetapi juga harus memperhatikan
aspek-aspek lainnya sehingga tersebut memiliki jiwa, karakter, yang menjadi
ciri khas dari sebuah bangunan.
Gaya
atau style dapat dijadikan identifikasi dari gaya hidup, gaya seni budaya, atau
peradaban suatu masyarakat. Suatu karya yang berupa sebuah bangunan atau barang
dapat dikatakan mempunyai gaya bilamana memiliki bentuk (vorm), hiasan
(verseing) dari benda tersebut selaras (harmonis) dengan kegunaan dan bahan material
yang dipergunakan.
Sebuah
karya arsitektur merupakan sebuah karya seni yang rumit karena memadukan
imajinasi khusus yang digabungkan dengan teori-teori bangun ruang, sehingga
harus dipelajari dan disertai dengan latihan-latihan, serta percobaan-percobaan
berulang kali.
Dalam
arsitektur ada tiga unsur yang harus diperhatikan yaitu;
1)
masalah kenyamanan (convinience),
2)
kekuatan atau kekukuhan (strength),
3)
keindahan (beauty).
Ketiga
faktor tersebut selalu hadir dan saling berkaitang erat dalam struktur bangunan
yang serasi. Seorang arsitek yang arif tidak akan mengabaikan ketiga faktor
tersebut. Ketiganya merupakan dasar penciptaan yang memberikan efek estetis.
Seorang
arsitek berkebangsaan Belanda yang bernama Henri Maclaine Pont berpendapat
bahwa selain bentuk dan fungsi bangunan ada hal lain yang sama pentingnya yaitu
adanya hubungan logis antara bangunan dengan lingkungan. Hal ini
bisa diadaptasikan oleh orang-orang Belanda sebelum Maclaine Pont datang ke Hindia-Belanda.
Bangunan-bangunan rumah landhuis mengadaptasi bangunan-bangunan rumah
tradisional setempat yang sesuai dengan alam dan lingkungan sekitar, kemudian
dipadukan dengan teknik bangaunan Eropa, serta kemegahan bangunan-bangunan
Eropa serta keindahan dari ornamen-ornamennya. Dari sini lalu terciptalah
bangunan-bangunan bergaya Indis yang mewah dan tidak lagi seperti bangunan
dinegeri asalnya.
KESIMPULAN
Buku
ini mengulas kebudayaan Indonesia yang berkembang di Jawa abad XVIII - media
abad XX Di samping merebaknya sikap ketidakadilan serja pelanggaran
hak-hak manusia yang dilakukan oleh kaum penjajah Belanda, ternyata pada waktu
itu terjadi pula proses pembentukan kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan dan
gaya hidup Indis. Budaya Indis yang merupakan perpaduan budaya barat dan
unsur-unsur budaya Timur, khususnya Jawa, dibahas dengan rinci oleh penulis.
Dengan bahan-bahan arsip serta karya-karya peningalan pada masa lampau yang
terdapat di negeri Belanda dan di tanah air, terungkaplah kekayaan budaya kita
pada masa penjajahan yang sangat unik.
Budaya
Indies telah memberikan pengaruh pada banyak hal di Nusantara, khususnya di
Jawa Timur tepatnya di kota Malang. Pengaruh-pengaruh tersebut dpat terlihat
pada beberapa bentuk bangunan, khususnya bentuk rumah yang berpengaruh terhadap
stratifikasi sosial. Hal tersebut menunjukkan suatu kondisi ironis, bahwa
produk budaya bangsa yang penuh dengan nilai luhur, malah menunjukkan rendahnya
derajat bangsa Indonesia pada masa kolonial. Namun ketika kemerdekaan Indonesia
dikumandangkan, terjadi pendobrakan nilai warisan kolonial Belanda. Ini
berujung pada pembongkaran ukuran stratifikasi sosial kolonial Belanda. Hal ini
pada akhirnya merubah fungsi bagian-bagian dari rumah.
Dari
uraian di atas dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut:
(1).
Pengaruh budaya indies dalam bentuk rumah terkait dengan stratifikasi sosial
pada masa kolonialisme Belanda.
(2).
Seiring dengan kemerdekaan bangsa Indonesia terjadi pembongkaran nilai-nilai
yang diterapkan kaum kolonial Belanda. Hal ini diikuti adanya pergesaran nilai
untuk mengukur status sosial tidak lagi memakai ukuran warna kulit.
Implikasinya dalam menerima tamu tidak lagi dibeda-bedakan perlakuannya.
SARAN
Kami mengharapkan kebudayaan Indis tetap ada di Indonesia tetapi
tidak menghilangkan kebudayaan Indonesia itu sendiri, agar menjadi peninggalan
sejarah dari zaman kompeni sampai revolusi. Indonesia agar menjaga kelestarian
budayanya dan tidak terpengaruh oleh budaya asing yang masuk bukan berarti
menolak tapi menyortir budaya yang masuk dan menerimanya bila tidak
bertentangan dengan budaya Indonesia.
Langganan:
Postingan (Atom)