Kamis, 06 Januari 2011

Pencurian data pribadi dan penyalahgunaan dalam internet

Internet kelihatannya memberikan kebebasan komunikasi dan pertukaran informasi tanpa batas. Akan tetapi bahaya membayangi mereka yang mengakses internet dengan naif. Barangsiapa sering chatting atau berbelanja secara virtual, paling tidak terancam bahaya pencurian data personal. Yang paling mengerikan adalah pencurian data kartu kredit. Karena suatu waktu tiba-tiba tagihan kartu kredit akan melonjak secara fantastis, padahal sebagai pemilik, anda tidak melakukan transaksi apapun. Siapapun, bila anda pengguna internet, dan pernah melakukan transaksi online, atau chatting, atau tukar menukar alamat e-mail, berarti anda terancam bahaya pencurian data pribadi ini. Secara teoritis, semua pengguna internat di dunia, yang saat ini jumlahnya sekitar 407 juta orang, terancam bahaya pencurian data pribadi. Juga empu komputer saat ini, Bill Gates, pendiri Microsoft tidak bisa menghindar dari serangan para pencuri data ini. Bayangkan, jika markas besar Microsoft atau data pribadi Bill Gates, yang pasti dilindungi berbagai program anti hacker paling canggih-pun bisa dibobol, apalagi data pribadi kita sebagai pengguna naif internet, pasti dengan mudah dapat dicuri. Pencurian data kartu kredit paling senasional dialami Bill Gates beberapa minggu lalu. Seorang hacker yang merasa tertantang oleh sistem pengamanan data Microsoft, berhasil mencuri data personal dan data kartu kredit mahaguru komputer ini. Sebagai bukti keberhasilannya, hacker ini memesan ratusan pil Viagra atas nama Bill Gates dan mengirimkannya ke markas besar Microsoft. Yang paling jahat adalah perilaku perusahaan atau organisasi kriminal yang mencuri data sebanyak-banyaknya untuk keuntungan sendiri. Sedikitnya 750.000 pengguna internet di Amerika Serikat pernah mengalami pencurian data dan kerugian harta benda akibat penyalah gunaan data. Pencurian data semakin menjadi kecenderungan yang mudah terjadi, karena perilaku pengguna internet itu sendiri. Penelitian menunjukan, dari 50 pengguna internet, 48 diantaranya secara rutin mengakses situs-situs komersial atau situs porno. Secara tidak disadari berbagai data pribadi maupun kebiasaan pengguna internet diawasi. Situs-situs porno biasanya menjebak para pengintipnya untuk memberikan alamat e-mailnya dengan iming-iming akses gratis. Atau juga yang meminta bayaran sangat murah via kartu kredit. Dengan cara seperti itu pengakses situs-situs porno sadar atau tidak, secara sukarela memberikan data pribadinya maupun data kartu kreditnya. Perusahaan yang hendak menangguk untung sebanyak-banyaknya memilah-milah data, dan semakin jauh menjerat para pengguna internet yang naif semacam itu. Profesor Herbert Kubicek, pakar informatika terapan dari Universitas Bremen mengatakan, dahulu di Jerman dilancarkan protes atas sensus penduduk. Kini para pengguna internet secara sukarela memberikan data pribadinya. Inilah masyarakat yang disebut Prof, Kubicek sebagai "konsumen yang telanjang". Mereka menentang sensus penduduk, karena takut datanya disalahgunakan oleh negara. Tapi kini memberikan data pribadi, bahkan data kartu kreditnya secara sukarela, baik karena iming-iming tertentu maupun lewat bisnis virtual. Terhadap konsumen yang telanjang seperti itu, para produsen kini menawarkan barang atau jasa yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan maupun kebiasaan konsumennya. Pakar perlindungan konsumen Jerman, prof. Heiko Steffens sudah meramalkan bahaya bisnis virtual ini sejak tahun 1995. Disebutkannya, ketika belanja virtual, para konsumen meninggalkan jejak berupa data pribadi maupun data lainnya. Dengan mengolah datanya secara cerdik, perusahaan atau penyedia jasa dapat meraup keuntungan dari pemasarannya. Juga lalu lintas e-mail menjadi sarana penting bagi penyadapan data. Dewasa ini hampir seluruh pengguna internet memiliki alamat e-mail sendiri. Untuk memperoleh sebuah alamat e-mail juga amat mudah, yakni mengisi formulir data diri dan dalam waktu beberapa detik alamat diberikan. Sepertinya gratis, padahal alamat itu ditukar dengan data personal kita. Kini setiap provider penyedia sarana e-mail dengan mudah dapat memonitor kebiasaan pelanggannya. Kini bukan hanya internet, namun juga telefon genggam mampu mengirim dan menerima pesan tertulis. Selain itu mulai muncul telefon genggam generasi baru, yang mampu melakukan transaksi. Para konsumen semakin telanjang di depan mata produsen dan penyedia data. Sistem perlindungan data nasional diyakini sudah lama mati. Sebab warga negara kini secara sukarela memberikan data pribadinya. Untuk mencegah bahaya lebih lanjut, para pengguna internet maupun telefon genggam kini disarankan lebih hati-hati. Akan tetapi disebutkan, dalam dunia modern yang online semua tanpa batas dan seolah telanjang tanpa pelindung apapun.

sumber : kelas-mikrokontrol.com/jurnal/iptek/bagian-2/pencurian-data-pribadi-secara-online.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar